Minggu, 31 Agustus 2014

LEWO LONI LIMAN, TANAH BAHAN RIANG NASI



    Lewo Bahan sebagai salah satu perkampungan adat di pulau Adonara merupakan bagian dari wilayah hukum desa Lambunga. Berdiri dan ada sejak suku Bahan menginjakan kakinya di pulau Adonara tepatnya di daerah "Kuma Puken Bani Matan", suatu daerah di wilayah Hingan (belakang kantor camat Kelubagolit) yang sering disebut dengan "Dosi" oleh masyarakat Hingan. Namun oleh karena terjadi suatu peristiwa di tempat tersebut sehingga perkampungan leluhur suku Bahan tersebut terpaksa dipindahkan ke suatu wilayah yang kita kenal dengan nama Lewo Bahan hingga saat ini.
     Hingga pada abad ke-18 ketika kekuasaan Kerajaan Adonara memuncak, Lewo Bahan hancur akibat dari sebuah konspirasi perang tanding. Setelah melewati masa gelap selama beberapa dekade, Lewo Bahan akhirnya dimunculkan kembali pada tahun 1964. Namun, hanya beberapa bulan setelah peristiwa itu, Lewo Bahan kembali hancur terbakar. Sampai pada tahun 1975, Lewo Bahan kembali berdiri namun bukan pada lokasi yang semestinya. Pesta adat besar-besaran digelar untuk mendirikan kembali (tibu tawan) Lewo Bahan ini. Pesta adat besar-besaran terakhir kalinya digelar pada tahun 1999 tepatnya pada acara "Kurun Lodo". Pesta adat ini digelar selama hampir seminggu.
     Sampai hari ini, Lewo Bahan berdiri dengan menaungi masyarakat (ribhun rathun) dalam perdamaian dan persatuan. Perdamaian dan persatuan ini dapat terlihat dalam banyak moment seperti kerja bhakti, hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha, Paskah maupun Natal, tahun baru, dan moment-moment lainnya. Persatuan dan kekeluargaan antar sesama warga Lewo Bahan sudah terjalin sejak dulu dan akan bertahan untuk selamanya.

Lewo Bahan Sampe Nawa Naen....


Lewo Bahan Baran Tawan

Makan Siang Bersama Setelah Selesai Kerja Bak Air

Idul Fitri 1435 H (28 Juli 2014)

Sabtu, 16 Agustus 2014

Oring Bele di Lewo Bahan (1975)

 (Helok Koke Bale-2010)

Lius (Oring Kelomo)

Irfan dan Geroda (Oring Kelomo)

        Bhineka Tunggal Ika


Sang surya pancarkan sinar kedamaian bagi setiap insan
Perbedaan budaya hadirkan jiwa persatuan bangsa
Alunan semboyan tertanam abadi di setiap jiwa
"Bhineka Tunggal Ika" tak mengenal perbedaan

Tersimpan kekayaan alam 'tuk negeri tercinta ini
Serta kebudayaan Indonesia yang sangat indah
Perbedaan adat dan istiadat tak menghentikan langkah
Untuk memajukan negeri ini dan melestarikan budaya Indonesia

Jagalah kekayaan alam si negeri tercinta ini
Jangan biarkan tangan-tangan tak bertanggung jawab merusaknya
Jadikanlah negara Indonesia ini negeri yang maju
Tuk menuju  puncak kemakmuran 

Alunan musik kebangsaan Indonesia terangkai indah 
Hingga membangunkan semangat jiwa persatuan
Kemiskinan tak terasa hampir menjelang
Dan marilah kita musnahkan kemiskinan di negeri ini

Kebudayaan Indonesia yang beragam 
Menarik perhatian kekaguman bagi insan dunia
Perlahan kemajuan Indonesia semakin meningkat
Berkat kerja keras dan semangat persatuan anak bangsa

Api yang berkobar dapat terpadamkan oleh air
Kegelapan yang gulita dapat diterangi oleh cahaya
Kesalahan yang fatal dapat terhapuskan oleh hati nurani
Tapi semangat belajar anak Indonesia tak dapat terputuskan

Sang merah putih melambai indah di atas tiang nan kokoh
Kilau garuda pancarkan pesona perjuangan
Kabut malam menyelimuti hangatnya persaudaraan Indonesia
Mengalun kata terima kasih atas anugerahMu Tuhan

Aku terlahir sebagai putera Paguntaka
Dengan berkah multi etnis di dalamnya
Kan ku jaga perbedaan yang ada
Demi Indonesia yang beragam


                   KERAJAAN ADONARA

Sejarah lokal di Adonara didokumentasikan dari abad 16, ketika pedagang Portugis dan misionaris mendirikan posting di pulau terdekat Solor. Pada saat itu Adonara dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi populasi penduduk pesisir dikenal sebagai Paji, dan berpenduduk pedalaman/pegunungan disebut Demon. Para Paji rentan terhadap agama Islam, sementara Demon  cenderung berada di bawah pengaruh Portugis. Daerah Paji di Adonara berisi tiga kerajaan, yaitu Kerajaan Adonara (berpusat di pantai utara pulau), KerajaanTerong dan Kerajaan Lamahala (di pantai selatan). Bersama dua kerajaan di Solor, Lohayong dan Lamakera, mereka membentuk lima kerajaan  yang disebut Watan Lema (“lima pantai”). Para Watan Lema bersekutu dengan Belanda East India Company (VOC). Kerajaan-kerajaan di Adonara sering bermusuhan dengan Portugis di Larantuka, dan tidak selalu taat kepada penguasa Belanda. Dalam perjalanan abad 19, penguasa Kerajaan Adonara (Sagu) memperkuat posisinya di kepulauan Solor. saat itu, ia juga sebagai raja dari bagian timur Flores dan Lembata. Daerah demon berdiri di bawah kekuasaan raja dari kerajaan Larantuka, yang pada gilirannya berada di bawah kekuasaan Portugis hingga 1859, ketika menyerahkan ke Belanda. Kerajaan-kerajaan dari Larantuka dan Adonara (tepat) dihapuskan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1962. Beberapa pasca kemerdekaan pejabat setempat melacak akar mereka kepada para penguasa masa lalu, yang disebut raja, dari Adonara. Ini termasuk Raja-Raja yang menguasai kerajaan adonara:
  • Foramma, c. 1650
  • Boli saya, c. 1671-1684
  • Eke 1684-1688 (dibunuh oleh orang gunung)
  • Gogok, c. 1702
  • Wuring (saudara Eke), 1688-1719
  • Boli II (anak dari Wuring), 1719-setelah 1756 diketahui penguasa
  • Jou, c. 1815
  • Lakabella Jou (anak dari Jou), c. 1832
  • Begu, d. 28 Juli 1850 (dibunuh)
  • Pela (ng) (anak Begu), 1850-1857
  • Jou (saudara Pela), 1857-1868
  • Kamba Begu (saudara Lakabella), 1868-1893
  • Bapa Tuan (anak dari Kamba Begu), sementara Raja pada tahun 1893 selama 6 bulan
  • Arkiang Kamba (Arakang; saudara Bapa Tuan, b 1866.), 1893 atau 1894 – melepasnya 18 Desember 1930
  • Bapa Ana (anak dari saudara perempuan dari Kamba Begu), Bupati dengan gelar Kapitan 1930 – 1 Desember 1935, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tahun 1935 dan dikirim ke Kupang
  • Bapa Nuhur, (anak Gela, putra Bapa Tuan, b. 1915), 1941-1947
  • Bapa Kaya, (anak dari Bapa Ana, d. 1954/12/01), Bupati 1947-1951
  • Mohamad Eke (cicit Raja Jo, 1929 -. C 1985), 1951-1962, pertama disebut Pemerintah Asst selama pemerintahan Bapa Kaya dan juga dari Kapitan Adonara

    *Jadikan sejarah sebagai senjata untuk menghadapi masa kini dan yang akan datang.


Raja Adonara pada tahun 1973 menyambut tamu dari Vatikan.

Raja Adonara, Arkian Kamba


Makam Raja Adonara

Sisa-sisa reruntuhan Kota Raja Adonara di Sagu.

Meja peninggalan Kerajaan Adonara

Raja Arkian Kamba di atas geladak kapal miliknya (1907)

Raja Adonara Kamba Begu bersama Sultan Lampung (1889)

Raja Adonara hadir sebagai mediator atau pendamai perang antara Sukutokan-Witihama


Moment-moment di Lewo Bahan, Adonara-NTT


Lewo Adonara, molo kame dore
Nara Nuha Nebon, molo kame tedon
Sampe kaan nuan tutu
Higa kaan musin labot